Praktik Monoloyalitas: Solusi Pencegahan Burnout pada Dokter di Indonesia
Industri kesehatan termasuk salah satu industri yang sangat cepat mengalami pertumbuhan dan perubahan. Selain itu, industri merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2021 dengan estimasi global sebanyak:
- 9,5 juta Tenaga Dokter
- 19,4 juta Tenaga Perawat dan Bidan
- 1,9 juta Tenaga Dokter Gigi & Tenaga Kesehatan Gigi lain
- 2,6 juta Tenaga Farmasi
- 1,3 juta Tenaga Kesehatan Komunitas
Berbeda dengan tenaga profesional lain, Dokter memiliki tanggung jawab yang lebih besar sebagai pemberi layanan medis, pengambil keputusan, komunikator, koordinator komunitas dan manajer atau dikenal dengan istilah Dokter Bintang Lima (Five Stars Doctor) . Seluruh aspek tersebut berkontribusi dalam peningkatan beban kerja dan stres pada dokter yang bekerja pada fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes).
Antara Jumlah, Distribusi dan Kesejahteraan Dokter
Indonesia memiliki jumlah dokter terendah ketiga setelah Kamboja dan Laos di Asia Tenggara dengan rasio 6,23 per 10.000 penduduk berdasarkan Laporan WHO tahun 2020. Negara tetangga Malaysia dan Singapore memiliki jumlah dokter 4 kali lipat lebih banyak dibandingkan Indonesia yakni dengan rasio masing - masing secara berurutan 22,86 dan 24,6 per 10.000 penduduk.
Walaupun jumlah produksi dokter dari 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia cukup banyak setiap tahunya, distribusi yang tidak merata (Malditrsibusi) masih menjadi permasalahan yang cukup signifikan dalam memenuhi kebutuhan dokter dari Sabang sampai Merauke. Lulusan dokter memiliki kecenderungan untuk bekerja di kota Besar seperti Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan persentase 42,09% berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2020.
Sebagai upaya mencukupi jumlah dan distribusi dokter, Regulasi yang berlaku di Indonesia memungkinkan dokter untuk berpraktik pada beberapa Fasyankes. Selain alasan mencukupi jumlah dan distribusi, faktor kesejahteraan merupakan alasan kuat yang mendorong seorang dokter untuk berpraktik pada beberapa Fasyankes. Praktik pada beberapa tempat akan secara signifikan meningkatkan potensi terjadinya kelelahan kerja (burnout) pada dokter seperti oleh karena:
- Peningkatan beban pekerjaan
- Peningkatan beban administratif
- Peningkatan interupsi dan distraksi pekerjaan
- Peningkatan tekanan moral
- Peningkatan jumlah pasien
- Penggunaan teknologi yang tidak adekuat
- Keterbatasan waktu
Regulasi & Implementasi Praktik Monoloyalitas Dokter
Dalam kamus besar bahasa indonesia, Monoloyalitas diartikan sebagai kesetiaan atau loyalitas yang tidak terbagi kepada seseorang, organisasi, institusi ataupun negara. Dalam konteks praktik kedokteran, kata Monoloyalitas merujuk kepada regulasi yang membuat dokter hanya bekerja pada satu tempat.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052 tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran | |
Pasal 4 | Surat Izin Praktik (SIP) Dokter dan Dokter Gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan |
Pasal 5 | SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi sebagai staf pendidik yang melakukan praktik kedokteran atau praktik kedokteran gigi pada rumah sakit pendidikan, berlaku juga untuk melakukan proses pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi di rumah sakit pendidikan lainnya dan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang dijadikan sebagai jejaring pendidikannya |
Praktik Monoloyalitas di Indonesia bukanlah suatu kegiatan yang melanggar peraturan pemerintah karena membatasi jumlah praktik dokter. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) no. 2052 tahun 2011, dokter dapat memilih untuk praktik pada 1 tempat (Monoloyalitas), 2 tempat (dual practice) maupun maksimal pada 3 tempat. Terlebih, Praktik Monoloyalitas sangat relevan diterapkan pada rumah sakit pendidikan mengingat SIP dokter staf pendidik berlaku untuk melakukan proses pendidikan di Fasyankes jejaring rumah sakit pendidikan tersebut. Dalam praktinya, implementasi Monoloyalitas dilakukan secara bersama - sama antara dokter dan Fasyankes (Rumah Sakit atau Klinik) berdasarkan kontrak yang memenuhi 5 asas utama hukum kontrak (Kitab Undang - Undang Hukum Perdata).
Peraturan lain yang mendorong implementasi praktik Monoloyalitas adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 47 tahun 2021 tentang Perumasakitan pasal 22 menerangkan bahwa Rumah Sakit harus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) tetap yang bekerja Purnawaktu (Full time). Pekerjaan purnawaktu biasanya dihitung selama 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (umumnya dihitung selama lima hari kerja, mulai dari Senin-Jumat).
Studi Burnout dan Praktik Monoloyalitas Dokter
62,9% (88 dari 140 dokter spesialis) mengalami BURNOUT
Survei pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala) tahun 2020
Alat Ukur: Oldenburg Burnout Index
Walaupun menunjukkan kejadian Burnout yang tinggi, sebagian besar (91 dari 140 dokter spesialis) tidak setuju dengan penerapan praktik Monoloyalitas. Namun demikian, setelah dilakukan wawancara mendalam terhadap dokter spesialis diketahui bahwa pada prinsipnya mereka setuju untuk penerapan praktik Monoloyalitas dengan pertimbangan dua aspek utama yakni:
- Perbaikan tata kelola manajemen rumah sakit
- Jaminan kesejahteraan
Berdasarkan hasil studi, penerapan praktik Monoloyalitas dapat menjadi solusi pencegahan burnout pada dokter dengan 3 manfaat utama yakni:
- Menurunkan beban kerja
- Meningkatkan kontrol dan fleksibilitas kerja
- Memperbaiki budaya dan nilai kerja
Jumat, 18 Oktober 2024