Deteksi Dini Tuberkulosis Pra-Sekolah
Tahukah Ayah Bunda jika putra putri kita adalah populasi rentan tertular Tuberkulosis (TB)? Penykit infeksi ini termasuk salah satu masalah kesehatan utama di Dunia. Diperkirakan sebanyak 25% penduduk dunia terinfeksi TB. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-2 negara dengan jumlah TB terbesar di dunia.
Merujuk pada Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2022, Banda Aceh merupakan Kota ke-2 di Provinsi Aceh dengan tingkat kejadian TB terbesar, yaitu sebanyak 1.164 kasus.
Anak Kelompok Rentan
Sebanyak 8-12% penderita TB di Indonesia adalah anak-anak. Sistem imunitas yang belum sempurna menjadikan anak-anak sebagai kelompok yang rentan terhadap infeksi TB (terutama pada anak dibawah 5 tahun). Berikut adalah dampak negatif TB pada anak meliputi:
- Penurunan berat badan & gizi buruk
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan kecerdasan
- Meningkatkan risiko terkena penyakit lain
- Diskriminasi akibat stigma masyarakat
Risiko TB pada Usia Muda
Kontak erat dengan penderita TB aktif merupakan faktor risiko utama anak terinfeksi TB. Hal ini sering terjadi pada anak yang tinggal di lingkungan padat penduduk. Selain itu, faktor risiko lainnya mencakup:
- Anak dengan malnutrisi atau gizi buruk
- Sistem kekebalan tubuh yang buruk
- Faktor sosial ekonomi rendah
- Tidak mendapat imuniasi
- Tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk
“Health Certificate” di Institute of Science Tokyo
Institute of Science Tokyo menjadikan sertifikat kesehatan (health certificate) sebagai syarat wajib untuk mendaftar sebagai siswa atau mahasiswa pada suatu institusi pendidikan. Program ini dilaksanakan guna memastikan kesehatan calon peserta didik dan mencegah penularan penyakit menular, termasuk TB.
Health Certificate ini menerangkan dua aspek, yaitu Penapisan TB dan Sertifikat Vaksinasi. Penapisan TB diberlakukan bagi mereka yang memiliki faktor risiko TB yang tinggi. Tes Mantoux dan Interferon Gamma Release Assay (IGRA) dijadikan standar dalam penapisan ini.
Jika pada pemeriksaan Tes Mantoux atau IGRA menunjukkan hasil yang positif, maka calon peserta didikan akan diarahkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pengobatan dini juga dapat dilakukan jika diperlukan.
Program ini diberlakukan menjadi standar baku dalam mencegah penularan penyakit menular seperti TB pada institusi pendidikan di "Negeri Mata Hari Terbit" tersebut
Skrining TB Pra-Sekolah
Belajar dari standar penerimaan peserta didik di Tokyo, Indonesia perlu bersiap untuk mengadopsi program serupa. Gagasan program PASTI (Pra-Sekolah Skrining TB) hadir sebagai solusi untuk menurunkan angka kejadian dan penularan TB di Indonesia, khususnya pada anak.
Program ini dimulai dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner pada orang tua siswa saat anaknya hendak daftar sekolah. Wawancara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan akan mengidentifikasi risiko TB pada anak. Seluruh informasi dari hasil wawancara akan bersifat rahasia.
Anak dengan risiko TB yang tinggi akan diarahkan ke Fasilitas Layanan Kesehatan Primer setempat untuk melakukan tes Mantoux guna mendeteksi kemungkinan TB laten. Jika hasilnya positif, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan tatalaksana TB.
Untuk memastikan keberlanjutan program, pelaksanaan skrining ini akan dibarengi dengan momentum pembagian raport kenaikan kelas. Orang tua setiap tahunnya akan mengisi kembali kuesioner risiko TB pada anaknya. Orang tua dan anak juga akan mendapatkan edukasi mengenai pencegahan TB setiap setelah pengisian kuesioner dilakukan.
Pesan untuk Pemerintah
Pada masa yang akan datang, gagasan program PASTI diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kejadian TB di Indonesia selayaknya di Jepang. Solusi preventif terstruktur dari gagasan ini potensial untuk mencegah TB pada anak, memutus rantai penularan, dan melindungi generasi muda Indonesia secara menyeluruh.
Kolaborasi antara Sekolah, Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pemerintah Daerah serta masyarakat luas menjadi elemen penting dalam mewujudkan gagasan ini. Jalinan kerja sama yang harmonis akan menciptakan lingkungan bebas TB dan memastikan generasi muda dapat tumbuh sehat menuju Indonesia Emas tahun 2045.
- World Health Organization. (2021). Global Tuberculosis Report 2021. Geneva: WHO.
- World Health Organization. (2022). Global Tuberculosis Report 2022. Geneva: WHO.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Kasus TBC Tinggi Karena Perbaikan Sistem Deteksi dan Pelaporan
- Marais, B. J., & Schaaf, H. S. (2020). The burden of disease and the complexities of tuberculosis in childhood. The Lancet Respiratory Medicine, 8(5), 451–453.
- Kementerian Kesehatan RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020.
- Dodd, P. J., Yuen, C. M., Sismanidis, C., Seddon, J. A., & Jenkins, H. E. (2017). The global burden of tuberculosis mortality in children: a mathematical modelling study. The Lancet Global Health, 9(2), e166–e174.
- Tokyo Institute of Technology. (2024). Health Certificate (Part I). Retrieved from Tokyo Institute of Technology.
- Nurhayati, A., & Rahmawati, D. (2022). Efektivitas Skrining TB pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 17(3), 210-215.
- Putri, R. P., & Suryani, E. (2019). Strategi Pencegahan TB di Wilayah Endemis. Jurnal Epidemiologi, 14(2), 97-102.
- Badan Pusat Statistik Aceh. (2022). Kasus Penyakit Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penyakit di Provinsi Aceh, 2022.
- Kementerian Kesehatan RI. (2023). Profil Kesehatan Indonesia 2022. Jakarta: Kemenkes RI.
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Minggu, 26 Januari 2025